
Bangkalan, Redaksi NT
Lajnah Turots Syaikhana Khalil menggelar kegiatan dengan beberapa komunitas pecinta turats senusantara dalam merekatkan tali silaturrahmi kemarin berlangsung meriah penuh kekeluargaan.
Salah satu daya tarik dari acara pameran kitab Syaikhana Khalil ini adalah berkumpulnya para pecinta kitab turats dalam satu gelombang frekuensi, yakni sama-sama memiliki rasa peduli (awarenes) terhadap kitab para ulama dahulu. Tentu didasari perasaan cinta terhadapnya.
“Syaikhana Khalil Bangkalan merupakan sosok ulama yang multidisipliner, sebab karya beliau berbicara tentang fikih, akhlaq, gramatika Arab, tasawuf”, ujar Lora Usman. Ajengan Ginanjar Sya’ban mengimbuhkan pula bahwa Syaikhana juga termasuk al-muqri’ (ahli qiroah).
Dalam acara yang bertajuk Pertemuan Filolog Pesantren ini mengundang tiga narasumber, yakni, Kiai Dr. Mujab yang membicarakan tentang Menghidupkan Turats Nusantara, Ajengan Ginanjar Sya’ban yang mengulas tentang melacak manuskrip keagamaan, dan Dr. ibnu Fikri yang membincang strateginya.
Pada sesi pertama, Kiai Mujab menekankan perlunya digalakkan pendidikan tahqiq, ta’liq dalam pesantren, karena turats sejatinya juga bagian dari potret peradaban pesantren. Bagaimana cara mempelajari seluk beluk ilmu fonetik, transformasi bahasa Arab, India, Persia, Melayu, hingga Jawa.
Alumni Aligarh Muslim University ini menghimbau para pegiat turats untuk terus menerus mengadakan pertemuan, seminar atau halaqah yang fokus pada persoalan tahqiq ta’liq hingga tasnif. Harapannya supaya suatu saat pesantren memiliki banyak penulis kitab yang alim di bidang filolog. Kegiatan ini semestinya dikerjasamakan dengan lembaga terkait, misalnya yang sudah berjalan seperti lajnah turats, LTNNU, perpustakaan, dan pecinta kitab.
Sesi kedua, Ajengan Ginanjar berbicara tentang melacak manuskrip keagamaan dan tantangannya. Tips paling mudah untuk dilakukan adalah bekerjasama dengan asosiasi pesantren atau RMI yang memiliki database pesantren sepuh untuk kemudian ditindaklanjuti. Sebab bisa jadi di pesantren itu tersimpan manuskrip yang memang belum terekspos.
Alumni Al-Azhar ini mendorong supaya pecinta turats untuk memilik kepercayaan diri (confidence) terjun di bidang filolog yang “gelap” dan sunyi ini. Sebab jika dari kalangan pesantren tidak peduli, maka akan semakin banyak orang asing yang menguasainya.
Sesi ketiga, Dr. Ibn Fikri menyampaikan terkait strategi pengembangan turats bagi generasi milenial. Alumni pondok Kendal yang bertugas di Belanda ini mengatakan bahwa manuskrip nusantara yang ada di Leiden terdapat kira-kira tiga kilometer bila “dijejer-urut”. Untuk mengaksesnya pun tidak semudah membalikkan tangan. Persoalannya adalah, sudahkah generasi milenial menyiapkan diri bilamana manuskrip itu dikembalikan kepada kita? Oleh karena itu belajar aksara kuno merupakan hal yang urgen.
Acara pameran yang bertema Sejarah dan Turots Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan dan Pertemuan Filolog Pesantren Nusantara ini digelar tanggal 25-27 November 2021 merupakan kelanjutan dari versi daring bulan Juni 2021 dengan menyuguhkan diorama jaringan Syaikhana Khalil baik dari jalur guru maupun murid, hingga beberapa manuskrip ulama Madura yang notabene memiliki genealogi yang sama juga ada di pameran tersebut.